Reformasi dan Akses Informasi tanpa Batas


Kekuasaan Orde Baru telah berakhir. Gelombang penolakan rakyat Indonesia atas pemerintahan yang otoriter telah membuahkan sebuah model yang diharapkan lebih baik, lebih terbuka. Reformasi pun telah menjadi jembatan bagi masyarakat untuk mendapatkan haknya sebagai seorang warga Negara yang utuh. Reformasi membawa banyak harapan. Kehidupan perekonomian yang lebih baik, akses pendidikan yang merata, persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan dan terbukanya akses akan informasi.

Reformasi telah merubah arah haluan Negara sedemikian rupa. Rakyat tidak mau lagi hidup dalam keterasingan dengan minimnya informasi dan ketidak-berimbangan pemberitaan atas peristiwa yang terjadi. Maka karena besarnya tuntutan atas keterbukaan informasi ini, membuat pemimpin Negara masa itu mengkaji ulang pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945 dengan melakukan amandemen. Dari amandemen inilah, pada tahun 1999 lahirlah undang-undang yang mengatur tentang masalah akses informasi ini.

Undang-Undang Republik Indonesia N0. 40 tahun 1999 Tentang Pers. Inilah salah satu undang-undang yang lahir dari hasil reformasi. Dibawah persetujuan bapak B.J Habibie, Undang-Undang ini di sahkan pada tanggal 23 September 1999 di Jakarta. Dalam Undang-undang ini terdapat 21 pasal yang mengatur tentang tata-kelola kegiatan pers, yang menyangkut asas, fungsi, hak, kewajiban dan peranan pers serta peran serta masyarakat. Dari point yang ditampilkan dalam Undang-undang pers ini terlihat betapa kemudahan dan keterbukaan akses informasi dapat diperoleh dengan mudah oleh masyarakat.

Selain itu kemudahan masyarakat dalam memperoleh informasi juga dipertegas dengan pencantuman pasal 28 mengenai hak asasi manusia yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pada pasal 28F, dijelaskan mengenai hak warga Negara dalam berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Baik itu melalui komunikasi massa, komunikasi organisasi ataupun komunikasi intrapersonal. Media yang digunakan pun bisa beragam. Mulai dari media cetak seperti surat kabar, tabloid, majalah maupun media elektronik seperti radio, televisi maupun internet.

Kemajuan teknologi yang sangat pesat dewasa ini membawa perubahan yang signifikan bagi masyarakat. Mereka dengan cepat beradaptasi dan akhirnya juga menjadi pengguna dari teknologi itu sendiri. Radio, televisi, komputer bukanlah barang mewah dan sesuatu yang langka lagi bagi masyarakat. Juga dengan kemunculan internet membuat masyarakat memiliki kebebasan dan otoritas sendiri untuk mengakses informasi bagi dirinya.

Jadi disaat pesatnya perkembangan teknologi, makin cepatnya masyarakat beradaptasi dan mudahnya akses akan informasi itu sendiri telah melahirkan masyarakat yang cerdas dan berpikir kritis. Masyarakat tidak mau lagi di atur dalam tatanan yang tertutup dan mengikat. Masyarakat telah menunjukkan posisinya dengan hak dan kewajiban yang mulai mendalam mereka pahami. Masyarakat tidak bisa lagi dijadikan sapi perahan yang hanya diam dan menurut kemana pemiliknya membawa.

Merupakan realitas yang harus diwaspadai oleh pemerintah. Karena masyarakat telah menjelma menjadi sebuah control social baru dalam kehidupan bernegara. Tiga pilar utama kekuasaan yang dikemukakan oleh Montesqiu yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif tampaknya memiliki pendamping tambahan yaitu pers yang dikatakan sebagai pilar keempat dari demokrasi dan masyarakat itu sendiri sebagai pengamat jalannya pemerintahan. Karena itu, pemimpin di Negara ini hendaklah lebih bijaksana dalam mengambil kebijakan dan menjaga setiap statement yang keluar dari mulutnya. Rakyat kita sudah makin cerdas, dan para pimpinan bertindaklah dengan intelek juga. 2:53 AM (11/4/2011)

Komentar

Postingan Populer