Masyarakat Kritis, Buah Kebebasan Pers dan Akses Informasi
Gelombang penolakan rakyat Indonesia atas pemerintahan yang otoriter telah membuahkan sebuah model yang diharapkan lebih baik dan lebih terbuka. Buah dari kesuksesan pergerakan itu adalah keberhasilan dalam menggulingkan rezim orde baru yang otoriter dan membawa bangsa Indonesia kedalam suasana baru dalam kehidupan bernegara yang dinamakan era reformasi.
Reformasi diharapkan menjadi jembatan bagi masyarakat untuk mendapatkan haknya sebagai seorang warga negara yang utuh. Reformasi membawa banyak harapan. Kehidupan perekonomian yang lebih baik, akses pendidikan yang merata, persamaan kedudukan di dalam hukum, pemerintahan dan terbukanya akses informasi.
Pers Era Reformasi
Reformasi telah merubah arah haluan negara sedemikian rupa. Rakyat tidak mau lagi hidup dalam keterasingan dengan minimnya informasi dan ketidak-berimbangan pemberitaan atas peristiwa yang terjadi. Derasnya tuntutan masyarakat dalam hal keterbukaan informasi, membuat pemimpin negara masa itu mengkaji ulang pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945 dengan melakukan amandemen sebanyak empat kali.
Hasil amandemen UUD 1945 ini diikuti dengan pembuatan peraturan perundang-undangan yang lebih responsif salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Dalam Undang-undang Pers ini terdapat 21 pasal yang mengatur tentang tata kelola kegiatan pers, yang menyangkut asas, fungsi, hak, kewajiban dan peranan pers serta peran serta masyarakat. Dari poin yang ditampilkan terlihat betapa banyak kemudahan dan keterbukaan akses informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Selain itu kemudahan masyarakat dalam memperoleh informasi sudah dipertegas dalam konstitusi sebagaimana dicantumkan dalam pasal 28F UUD 1945. Dalam pasal 28F ini, dijelaskan mengenai hak warga negara dalam berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Baik itu melalui komunikasi massa, komunikasi organisasi ataupun komunikasi intrapersonal. Media yang digunakan pun bisa beragam. Mulai dari media cetak seperti surat kabar, tabloid, majalah maupun media elektronik seperti radio, televisi maupun internet.
Kemajuan teknologi yang sangat pesat dewasa ini membawa perubahan yang signifikan bagi masyarakat. Mereka dengan cepat beradaptasi dan akhirnya juga menjadi pengguna dari teknologi itu sendiri. Radio, televisi, komputer bukanlah barang mewah dan sesuatu yang langka lagi bagi masyarakat. Juga dengan kemunculan internet membuat masyarakat memiliki kebebasan dan otoritas sendiri untuk mengakses informasi bagi dirinya. “Dunia dalam Genggaman”, ungkapan ini dirasa mampu menggambarkan bebasnya informasi yang bisa di akses oleh masyarakat. Hanya dengan mengklik link-link yang ada, seseorang bisa mengunjungi berbagai tempat dan membaca tulisan dari berbagai belahan dunia. Bahkan kita sendiri pun dapat menjadi pelaku dari dunia cyber tersebut dengan ikut mengunduh informasi yang dimiliki, baik itu berupa tulisan, audio, maupun video.
Jadi disaat pesatnya perkembangan teknologi, makin cepatnya masyarakat beradaptasi dan mudahnya akses akan informasi itu sendiri telah melahirkan masyarakat yang cerdas dan berpikir kritis. Masyarakat tidak mau lagi diatur dalam tatanan yang tertutup dan mengikat. Masyarakat telah menunjukkan posisinya dengan hak dan kewajiban yang mulai mendalam mereka pahami. Masyarakat tidak bisa lagi dijadikan sapi perahan yang hanya diam dan menurut kemana pemiliknya membawa.<span class="fullpost">
Merupakan realitas yang harus dipahami oleh pemerintah bahwa semakin maju teknologi dan keterbukaan informasi maka semakin maju pola pikir masyarakatnya. Alhasil masyarakat akan menjelma menjadi sebuah control social baru dalam tiga pilar utama kekuasaan yang dikemukakan oleh Montesqiu, yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif. Ketiga cabang kekuasaan negara ini merupakan bagian dari pilar demokrasi. Akan tetapi jika masih ketiganya ini belum cukup sebagai negara yang demokrasi, karena harus ada satu pilar lagi yang menjadi penopang dan control social dalam pelaksanaan tugas masing-masing cabang kekuasaan negara. Pilar yang keempat itu adalah pers sebagai bagian dari demokrasi dan masyarakat itu sendiri sebagai pengamat jalannya pemerintahan.
Kritik PPI di Australia, Bukti Masyarakat yang Kritis dan Cerdas
Mungkin belum hilang dari ingatan kita tentang hebohnya kegiatan studi banding yang dilakukan oleh para wakil rakyat dalam beberapa minggu terakhir ini. Dalam masa reses ini, tiga komisi dan satu alat kelengkapan DPR, yaitu Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) melakukan studi banding kedelapan negara dengan biaya mencapai 12 miliar rupiah. Tingginya sorotan media atas rencana studi banding ini dan banyaknya kritikan yang muncul dari berbagai kalangan membuat kebijakan anggota dewan ini menjadi perbincangan publik.
Yang paling menghebohkan adalah pada saat kunjungan komisi VIII DPR RI ke Australia yang memiliki agenda untuk membahas RUU tentang fakir miskin. Menurut Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia (PPIA), pemilihan Negara Australia sebagai negara kunjungan tidak tepat-guna karena pendekatan pemberian jaminan sosial dan perlindungan sosial di Australia sangat berbeda dengan pendekatan oleh Pemerintah Indonesia. Selain itu, PPIA juga memberikan pandangannya terhadap evaluasi studi banding Komisi VIII DPR ke Australia yang terangkum dalam beberapa point, yaitu dari pemilihan negara tujuan, jumlah delegasi yang dirasa terlalu banyak, serta minimnya kualitas kemampuan bahasa asing sehingga memerlukan bantuan penerjemah agar komunikasi bisa berjalan dua arah.
Dari evaluasi PPIA tersebut, kita bisa melihat bagaimana kemudahan akses atas informasi dapat memberikan sumbangan informasi yang berkualitas. Walaupun para pelajar ini tidak berada di dalam negeri, tapi mereka memiliki update informasi yang sama dengan pemberitaan yang ada di Indonesia sendiri. Era digital yang ditandai dengan penggunaan internet oleh masyarakatnya telah memudarkan batasan wilayah, jarak dan waktu sehingga penilaian yang diberikan oleh PPIA dirasa dapat menjadi pembenaran atas mubazirnya studi banding yang dilakukan oleh anggota dewan ini.
Oleh karena itu seyogyanya pemimpin di negara ini hendaklah lebih bijaksana dalam mengambil setiap kebijakan. Studi banding anggota DPR keluar negri ataupun pembangunan gedung baru DPR bukanlah hal yang salah. Namun pengkajian atas kebijakan itu haruslah ditinjau matang-matang agar nantinya tidak menjadi kritik dan cemoohan dari rakyatnya sendiri. Rakyat kita sudah makin cerdas, dan media massa sudah memperlihatkan perannya sebagai perpanjangan pikiran manusia. Sebagaimana yang diungkapkan oleh George Gerbner dalam teori medianya, bahwa media massa, khususnya pers, memiliki kemampuan untuk menciptakan masyarakat, menjelaskan masalah, memberikan referensi umum dan memindahkan perhatian dan kekuasaan. Karena itu, para pemimpin di negeri ini haruslah sering berpikir ulang sebelum mengambil kebijakan dan mengeluarkan statement, karena semuanya tidak luput dari pantauan media dan masyarakatnya sendiri. </span>
Blog dan tulisan2 yang bagus, teruslah berkarya semoga bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
BalasHapusmakasi, bg..tapi tetap saja ; masih-belajar.
BalasHapusyuup,,mari terus berkarya,,karna dengan menulis kita juga bisa bersuara.
^^